Aturan Hukum Terkait Incinerator
Limbah medis semakin lama semakin bertambah. Namun pengelolaan limbah medis masih belum sesuai dengan ketentuan. Untuk sesuai ketentuan bisa menggunakan 2 cara. Pertama yakni menggunakan pihak ketiga yang memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Cara kedua adalah menggunakan incinerator yang berizin dari KLH.
Hal lain yang tidak sesuai aturan adalah belum adanya pemilahan limbah medis. Limbah medis masih tercampur. Seperti bekas infus masih tercampur dengan kapas atau suntikan. Bahkan ada limbah medis yang masih dipakai kembali. Padahal limbah medis ada potensi terinfeksi.
Seharusnya menurut Peraturan Menteri KLH No 5/2015 tentang Pengelolaan Limbah B3, seluruh limbah seharusnya diolah atau dimusnahkan. Di Permen itu tersebut juga ada aturan untuk mengelola kemasan bekas B3 bisa dicuci, diinfeksi, dikosongkan hingga dicacah. Lalu, limbah itu bisa jadi limbah non B3.
Bila Rumah sakit (RS) tidak mengindahkan pengelolaan limbah medis dengan baik ada ancaman bagi mereka. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ada ancaman baigi RS yang tidak mengelola limbah sesuai ketentuan dapat terkena denda minimal Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar dan penjara minimal 1 tahun hingga 3 tahun. Dan sebelum sanksi diterapkan harus ada teguran hingga pencabutan izin lingkungan yang bisa memberhentikan operasional rumah sakit. *(ys/20170807)
Sayangnya hukum belum ditegakkan sepenuhnya. Dampaknya seperti adanya vaksin palsu.
Mau tanya, penggunaan insinerator untuk limbah padat bukan b3, perlu izinya apa aja ya?